Medan, Ahad, 16 Maret 2025. Perkembangan robotika dalam industri manufaktur telah mengalami evolusi signifikan sejak pertengahan abad ke-20, membawa transformasi besar dalam efisiensi dan produktivitas produksi. Istilah “robot” sendiri berasal dari kata “robota,” yang berarti pekerja, dan dipopulerkan oleh Isaac Asimov pada tahun 1950 dalam karya fiksinya.
Pada akhir 1950-an, robot industri pertama mulai digunakan. Joseph F. Engelberger dan George Devol bersama-sama mengembangkan robot industri bernama “Unimate,” yang mulai dioperasikan pada tahun 1961 di lini produksi General Motors. Unimate bertugas mengambil suku cadang mobil dan menempatkannya di ban berjalan, menggantikan tugas-tugas berulang yang sebelumnya dilakukan oleh manusia.
Pada tahun 1961, Unimation, sebuah perusahaan Amerika Serikat, meluncurkan robot Unimate. Lengan robot seberat 1,8 ton ini dipasang dan dioperasikan di jalur perakitan General Motors di New Jersey. Fungsinya sederhana: mengeluarkan casting suhu tinggi dari mesin die-casting dan mengelas ke bodi mobil, sehingga membebaskan pekerja dari tugas berbahaya yang membahayakan kesehatan.
Pada tahun 1969, Victor Scheinman dari Stanford University mengembangkan “Stanford Arm,” sebuah lengan robotik yang lebih fleksibel dan presisi, membuka jalan bagi aplikasi robotika yang lebih luas dalam industri. Kemudian, pada tahun 1973, KUKA, sebuah perusahaan Jerman, memperkenalkan robot industri komersial pertama di Eropa, yang dikenal sebagai “FAMULUS.” Robot ini memiliki enam sumbu dan menawarkan fleksibilitas yang lebih besar dalam operasi manufaktur.
Pada tahun 1980-an, robot industri mulai menggabungkan sistem kontrol komputer, memungkinkan mereka melaksanakan tugas-tugas yang kompleks dengan presisi lebih tinggi. Kemajuan ini menyebabkan adopsi robot industri secara luas di industri seperti manufaktur otomotif, di mana mereka menjadi sangat penting dalam operasi jalur perakitan.
Pada tahun 1980-an, robot industri mengalami peningkatan dengan diperkenalkannya robot yang diartikulasikan. Robot-robot ini memiliki banyak sendi, meniru gerakan lengan manusia dan menawarkan fleksibilitas yang lebih tinggi. Perkembangan ini memperluas jangkauan tugas yang dapat dilakukan oleh robot, menjadikannya lebih serbaguna dalam berbagai pengaturan industri. Selain itu, kemajuan dalam teknologi sensor memungkinkan robot untuk berinteraksi dengan lingkungannya, yang semakin meningkatkan kemampuannya.
Memasuki era 2000-an, robot industri telah mengalami lonjakan inovasi dengan integrasi teknologi canggih seperti kecerdasan buatan (AI) dan pembelajaran mesin. Teknologi ini memungkinkan robot untuk beradaptasi dan belajar dari lingkungannya, menjadikannya lebih otonom dan cerdas. Robot kolaboratif, yang juga dikenal sebagai cobot, telah muncul sebagai perkembangan yang signifikan dalam robotika industri.
Pada tahun 2017, teknologi robot digunakan oleh industri di Indonesia sebanyak 950 unit, bahkan meningkat menjadi 1.200 unit di tahun 2018, menunjukkan adopsi yang semakin luas dalam sektor manufaktur.
Pada tahun 2020-an, konsep Industri 4.0 semakin mengemuka, di mana robotika terintegrasi dengan Internet of Things (IoT) dan kecerdasan buatan (AI). Robot industri modern kini mampu mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasi data dalam jumlah besar secara real-time, memungkinkan prediksi kegagalan peralatan, pemeliharaan prediktif, dan pengoptimalan proses produksi. Kemampuan ini tidak hanya meningkatkan efisiensi operasional tetapi juga memungkinkan perusahaan untuk membuat keputusan yang lebih baik dan meningkatkan daya saing di pasar global.
Secara keseluruhan, evolusi robotika dalam industri manufaktur telah membawa transformasi besar, meningkatkan efisiensi, kualitas, dan fleksibilitas produksi. Dari Unimate hingga robot kolaboratif modern, peran robot dalam manufaktur terus berkembang, menjadikannya komponen esensial dalam industri saat ini dan masa depan.